Psikologi Agama Pada Masa kanak - kanak
Psikologi agama pada masa kanak-kanak
Dalam teorinya elizabeth B.
Hurlock masa kanak kanak adalah masa dimana seorang manusia belum menginjak usia
12 tahun, elizabeth juga menjabarkan tingkat usia pada anak anak di antranya
sebagai berikut:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak – anak mengenal tuhannya
pertama kali melalui bahasa dan kata – kata dari orang orang yang ada di
sekitarnya, hal ini juga yang mempengaruhi karakteristik anak dalam memahami
konsep ketuhanan, tuhan dalam pikiran akan anak dianggapnya sebagai sesuatu
yang asing sehingga konsep ketuhanan pada mulanya akan di terima secara acuh
atau tidak peduli, adanya keraguan terhadap tuhan dan segala hal yang berkaitan
dengan tuhan. seorang anak akan menyerapnya secara perlahan.
Seorang anak akan perlahan
mengenal tuhan seiring dengan ke intenan orang orang yang berada dekat dengan
anak itu dalam memperkenalkan tuhan dan dasar dasar agama.
Seorang anak pada awal masa kanak
kanak merasa acuh dan tidak peduli terhadap konsep ketuhanan di karenakan
mereka belum memiliki pengalaman langsung dalam kehidupannya, baik itu
pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyakitkan atau menyusahkan. Namun
seiring berjalannya waktu mereka akan banyak belajar dari pengalamannya sendiri
maupun dengan cara menyaksikan orang orang di sekitarnya dalam berkehidupan
dengan konsep ketuhanan, dalam teori behavior yang meyakini jika karakter dan
pemahaman seseorang akan di pengaruhi oleh lingkungannya, hal ini juga berlaku
bagi anak anak dalam suatu lingkungan masyarakat, kita bisa melihat jika orang
orang dalam lingkungan itu sangat religius, maka besar kemungkinan anak anak
pada masa awal akan mengikuti apa yang mereka lihat dan rasakan. Perlahan namun
pasti perasaan mereka terhadap tuhan akan semakin meluas dan di penuhi emosi
yang kuat, itulah dimana perhatian mereka terhadap tuhan mulai tumbuh.
Perasaan anak anak terhadap orang
tuannya sebetulnya sangat kompleks, dimana seorang anak yang telah menginjak
usia 3 tahun mereka mulai memiliki perasaan sayang, cinta, benci bahkan
permusuhan terhadap orang tuanya, orang tua bagi anak usia 3 tahun bukan lagi
sebagai pemberi kebutuhan fisiknya saja, namun juga sebagai objek yang mereka
butuhkan sekaligus mereka musuhi, mereka membutuhkan kasih sayang sekaligus
mulai memiliki rasa permusuhan jika kebutuhannya tidak terpenuhi. Perasaan
cinta, takut, benci dan juga bangga ini yang terus terjadi pada perasaan anak
anak. munculnya perasaan ini berkaitan dengan tingkat pemahaman mereka tentang
dirinya sendiri.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum
usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya bersifat negatif. Ia berusaha menerima pemikiran tentang
kebesaran dan kemuliaan tuhan dari nasehat nasehat yang ia dapatkan dari orang
– orang di sekitarnya. Gambaran tentang tuhan akan dibentuk sesuai emosinya dan
kepercayaan yang terus menerus terhadap tuhan bukan dari rasa ingin tahu tetapi
lebih karena merasa takut dan mengharapkan ke amanan. Pemikiran ini akan terus
berubah dan berkembang sesuai dengan perasaannya, terutama jika telah memasuki
usia 27 tahun ketasas seorang anak akan mengenal tuhan dengan positif (cinta,
kasih dan hormat) pergantian ini sesuai dengan pengalamannya tentang tuhan.
hubungan dengan tuhan akan di penuhi rasa cinta dan rasa aman.
Sama halnya dengan proses
perkembangan lainnya, proses perkembangan agama seorang anak juga erat
kaitannya dengan proses belajar, konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan
sosial anak sangat bergantung pada kualitas belajar anak di lingkungan keluarga
sekolah maupun lingkungan masyarakat. Ini menunjukan jika pengaruh belajar akan
menentukan kualitas hidupnya, caranya bertindak dan berperilaku mengikuti
aturan norma moral agama, moral transisi, moral hukum dan norma moral lainnya yang
berlaku di tengah tengah masyarakan tempat si anak itu tinggal.
Perubahan adalah sesuatu yang
pasti terjadi, maka sepanjang perubahan itu terjadi perasaan dan keyakinan anak
akan tuhan dan agamanya akan terus berkembang dan tumbuh sesuai proses belajar
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada fase penting ini hal yang
paling dibutuhkan seorang anak adalah peran orang tua, guru dan masyarakat
lingkungan dalam membantu mengembangkan kemampuan sosialnya, disini perlu
adanya keakraban antara anak dan orang tua atupun guru, sehingga ketika anak
menginjak usia remaja orang tua atau guru masih bisa membantu mengarahkan anak
dalam bergaul maupun menghadapi permasalahan tertentu.
Dalam penelitian para ahli
psikologi menyatakan bahwa setiap anak atau bayi yang dekat dengan orangtuanya,
berinteraksi dan memiliki ikatan emosional dengan orang tuanya mereka memiliki
tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi, hal ini karena pada fase ini seorang
anak akan terus belajar berinteraksi dan mengungkapkan ekspresinya sehingga ia
mampu berinteraksi dan bersosialiasi dengan baik, selain itu seorang anak yang
dekat dengan orang tuanya akan mengalami perkembangan sosial secara lebih
kompeks. Perkembangan sosial ini pada dasarnya merupakan ekspresi dari kondisi
fisik, psikis dan intelektual yang kemudian di terapkan pada kehidupan sehari –
hari. Pada fase ini lingkungan sosia anak sudah semakin luas dari sebelumnya,
hal ini sebagai akibat dari perpaduan yang besar antara antara perkembangan
jasmaniah dengan ikatan sosial pada lingkuangan orang tua atau keluarga.