Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

6 sifat keagamaan pada anak

6 sifat keagamaan pada anak



Fase usia pada manusia terbagi kedalam beberapa fase, yang setiap fase memiliki karakeristik yang berbeda baik itu dalam perkembangan sosialnya maupun dalam perkembangan agamanya

Dalam bukunya prof. Dr. H. Endin Nasrudin yang berjudul Psikologi Agama, ada 6 sifat keagamaan yang terjadi pada anak

1. Unreflective (kurang mendalam / tanpa kritik)

Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja, mereka mudah menerima dan puas dengan keterangan yang terkadang tidak masuk akal, menurut penelitian pikiran kritis mulai muncul pada anak di usia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.

2. Egosentris 

Sifat egosentris ini berdasarkan penelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3-7 tahun, dalam hal ini, berbicara bagi anak anak tidak memiliki arti  seperti orang dewasa.

Pada usia 7-9 tahun, doa secara khusus berhubungan dengan gerak gerik atau kegiatan tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi, berbeda ketika anak sudah menginjak usia 9-12 tahun, doa yang mereka panjatkan sebagai komunikasi antara anak dengan tuhannya, barulah setelah itu isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju pada orang lain yang bersifat etis.

3. Anthromorphis

Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai bagaimana dan mengapa pada umumnya mencerminkan usaha anak untuk mengetahui hubungan penjelasan agama yang abstrak dengan realita kehidupan dunia, pengalaman mereka bersifat subjektif dan konkret.

4. Verbalis dan ritualis

Kehidupan beragama pada anak anak  banyak dipengaruhi oleh perkataan (verbal) nasihat, mereka akan menghafalkan kalimat kalimat keagamaan dan menjalankan amalan amalan sesuai dengan apa yang mereka dapatkan dari para orang dewasa yang mengajarkan. Shalat dan doa yang menarik bagi anak adalah yang bersifat gerakan dan biasa di lakukan (tidak asing)

5. Imitatif

Tindak keagamaan pada anak anak pada dasarnya bersifat meniru apa yang di lihatnya dari orang dewasa, oleh karena itu penting bagi orang tua menanamkan pemahaman tentang ketuhanan dan ajaran agama dengan cara mencontohkan, proses belajar anak bukan dari pengajaran akan tetapi berupa teladan.

6. Rasa heran

Rasa heran anak ini berbeda dengan rasa heran orang dewasa, rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak, rasa heran ini berbeda dengan orang dewasa, rasa heran pada anak tidak bersifat kreatif dan kritis. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja, oleh karena itu penting bagi orang tua dan guru untuk menjelaskan pengertian tentang agama dan ketuhanan sesuai dengan perkembangan pemikiran anak.